![]() |
http://bursakerja.kebumenkab.go.id/index.php/public/info/detail/34 |
Dari pengalaman pribadi saya mengamati pilihan bidang pekerjaan
beberapa teman kuliah saya, beberapa dari mereka rela menjalani pekerjaan yang mengharuskan
mereka jauh dari keluarga mereka. Tinggal sendirian di kota yang bukan
merupakan kota kelahiran/domisili pribadinya, demi sebuah penghasilan dalam
bentuk gaji yang diperkirakan sepadan besarnya dengan bobot pekerjaan yang
dikerjakan. Mereka tidak masalah jika harus merantau demi suatu pekerjaan
tertentu bergaji besar. Tidak, saya tidak mengatakan semua pekerja yang
merantau hanya mengejar gaji yang besar. Saya
tidak menafikan kenyataan bahwa ada juga pekerja yang harus merantau,
dikarenakan prospek pekerjaan yang lebih baik di kota perantauannya tersebut
ketimbang di kota asalnya. Namun, alasan pendapatan memang masih menjadi salah satu pertimbangan utama dalam latar belakang seseorang memilih untuk menjalani sebuah pekerjaan tertentu, setidaknya bagi sebagian besar orang.
Tidak jauh berbeda dengan apa yang saya alami ketika saya
dihadapkan dalam situasi yang membawa saya ke dalam pilihan pekerjaan apa yang
harus saya pilih. Jujur, saya tidak memiliki rencana matang yang saya susun
jauh sebelum saya harus menemukan sebuah pekerjaan, karena rencana awal yang
telah saya persiapkan adalah melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi,
yaitu jenjang magister, segera setelah mentas dari pendidikan strata pertama.
Sehingga ketika saya secara mendadak harus merubah semua rencana awal saya
tersebut, menundanya untuk (mungkin) diwujudkan di kemudian hari, saya pun
memilih bidang pekerjaan secara spontan, tanpa pertimbangan yang matang, demi
mewujudkan keadaan berstatus sebagai seorang pekerja atau karyawan.
Sebagai orang yang sejatinya penuh pertimbangan sebelum melakukan
sesuatu, bahkan hal yang paling sederhana sekalipun, melakukan sesuatu secara
spontan bukan suatu hal yang menyenangkan dan nyaman untuk saya lakukan. Dari
aspek persiapan yang diperlukan sebelum melakukan sesuatu, tentu melakukan
sesuatu secara spontan mengabaikan perencanaan yang matang, sehingga sesuatu
yang saya lakukan itu terkadang hanya sebatas untuk pengambilan keputusan
secara terpaksa saja dan bukan pilihan yang paling saya sukai atau yang paling
mungkin saya pilih jika telah melalui sebuah perencanaan yang matang. Hal itu
terbukti dalam pekerjaan saya yang pertama, yang saya pilih tanpa keutuhan
perencaan akan prospek pekerjaan tersebut untuk ke depannya dan kesesuaian
dengan karakteristik dan minat diri saya. Dengan
segala hormat, tanpa mengurangi sisi positif yang saya dapatkan dari
pekerjaan tersebut, keputusan untuk mengakhiri status sebagai karyawan dalam
pekerjaan saya yang terdahulu, setelah menjalani masa kerja yang cukup lama,
menyadarkan saya bahwa potensi saya kurang tereksplorasi ketika saya berada
dalam pekerjaan tersebut. Ketidak-damaian hati seolah menjadi kawan setia dalam
setiap rutinitas pekerjaan yang harus saya lalui setiap harinya. Keengganan
untuk memberikan kontribusi maksimal begitu terasa dalam diri. Hingga akhirnya
berdampak pada kehidupan pribadi yang mengalami tingkat stress dan kejenuhan
yang cukup signifikan.
Bagi sebagian orang, mungkin, tempat saya bekerja pertama kali
tersebut adalah sebuah tempat yang cukup potensial untuk mendapatkan
penghasilan yang besar. Tidak jauh-jauh, dari 6 rekan kuliah yang cukup dekat
dengan saya dan menjadi partner dalam menempuh pendidikan bersama-sama, 3
diantaranya memilih bidang pekerjaan yang sama dengan apa yang saya pilih. Hal
ini menandakan bahwa bidang tersebut sebenarnya cukup menjanjikan apabila
ditekuni sebagai karier dan sumber penghasilan. Saya tidak mengatakan bahwa ketiga teman saya
tersebut hanya mengejar penghasilan atau materi semata. Tentu ada alasan lain
yang menjadi dasar mereka mampu bertahan dalam bidang tersebut, sementara saya
sendiri memutuskan untuk berhenti menekuninya. Kenyataan yang perlu disadari
adalah apa yang tidak cocok bagi saya, belum tentu tidak cocok juga bagi
orang lain. Begitu juga pekerjaan saya yang
terdahulu tersebut, meskipun ada potensi untuk menghasilkan penghasilan yang
besar, nyatanya tidak cukup untuk membuat saya bertekad untuk terus setia dalam
pekerjaan tersebut.
"Lalu apa sebenarnya hal yang utama dalam menentukan bentuk
pekerjaan yang akan kita jalani?"
Suatu hal yang indah tidak selalu bisa diraih dengan mudah.
Semuanya butuh proses untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Untuk dapat berada
dalam suatu keadaan yang dianggap mapan, membutuhkan pengorbanan waktu, tenaga,
dan pikiran untuk mencapainya. Sekuntum bunga yang paling indah pun membutuhkan
proses untuk mencapai keindahannya. Mulai dari sebuah tunas yang seperti tidak
ada artinya, muncul daun, bertumbuh setiap waktu, hingga akhirnya sang bunga
mekar dan menunjukkan keindahannya yang memesona mata.
Sama halnya seperti menjalani suatu pekerjaan. Pekerjaan adalah
suatu aktivitas seumur hidup. Setidaknya dimulai pada saat anda selesai
menempuh pendidikan, hingga anda mencapai usia pensiun, yang mana sekitar
usia 55 atau 60 tahun. Bisa lebih, bisa kurang dari itu. Melihat begitu
panjangnya waktu yang akan anda jalani dengan suatu pekerjaan tertentu, potensi
kejenuhan dalam pekerjaan yang anda pilih sangatlah besar, apapun pilihan anda.
Jika anda hanya sekadar mengejar gaji atau penghasilan yang besar, anda bisa
saja berakhir dalam kondisi jenuh atau lelah ketika keadaan berpenghasilan besar itu tidak
kunjung anda capai. Sifat dasar manusia salah satunya adalah tidak pernah puas
dengan apa yang sudah dimilikinya. Katakanlah anda berhasil mencapai kondisi
berpenghasilan besar seperti target awal anda bekerja di suatu tempat, akan
muncul keinginan untuk memperoleh penghasilan yang lebih besar lagi melebihi
yang anda miliki sekarang. Begitu seterusnya, mungkin tidak ada habisnya. Saya menemukan beberapa rekan yang berpindah-pindah tempat bekerja, demi
kondisi yang saya sebutkan sebelumnya, kondisi berpenghasilan besar. Sebelum
sempat mendalami secara detail pekerjaan yang harusnya mereka jalani, mereka
sudah dipenuhi pikiran untuk mencari pekerjaan baru, karena penerimaan gaji
yang tidak sesuai ekspektasi.
Bekerjalah
seolah anda bekerja untuk Tuhan. Inilah yang
akan membuat anda puas dengan pekerjaan anda, apapun itu. Bukan sekadar untuk
penghasilan yang besar saja, pun juga bukan untuk sekadar suatu keadaan yang
mapan, namun untuk Sang Empunya kehidupan semata. Kita memang butuh uang, hal
yang tidak bisa dimungkiri, tapi bukan berarti uang adalah segalanya yang perlu
kita kejar. Jangan lupakan siapa sang Pemberi pekerjaan kepada kita. Jangan abaikan
fakta bahwa semua kehidupan kita adalah milikNya. Jalani pekerjaan yang kita
miliki saat ini, berapapun penghasilan yang kita terima, selama itu cukup untuk
memenuhi apa yang kita butuhkan. Akan ada waktunya ditambahkan kepada kita
suatu penghasilan sebagai "hadiah" atas kerja keras kita, tapi jangan
jadikan itu sebagai fokus utama. Tetap fokuskan diri kepada Sang Khalik,
niscaya kita akan merasakan kepuasan dalam hati, semangat dalam melakukan
pekerjaan, dan terlebih, semesta akan berkonspirasi mendukung segala ikhtiar
kita menjalani pekerjaan kita, untuk mencukupkan diri dan berkarya bagi
kemuliaan namaNya.
Pekerjaan anda untuk
sekadar penghasilan besarkah?